Autobiografi Pribadi: Belajar dan Mengajar Pada Hidup


Contoh Autobiografi - Albertus Agung Prasetyono, seorang anak laki-laki yang lahir tanggal 14 Oktober 1997 di sebuah kota yang biasa orang kenal sebagai Venice Van Java, tempat dimana pusat pemerintahan Provinsi Jawa Tengah berada. Agung nama panggilannya. Penyandang status mahasiswa di sebuah universitas yang menjadikan Pangeran Diponegoro yang sedang menunggangi kuda sebagai ikonnya.

Laki-laki ini bukan seorang pengejar nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang tertera dalam Kartu Hasil Studi (KHS), tetapi seorang pemburu pengalaman hidup dalam proses pengembangan diri. Laki-laki ini berpikir, kuliah dan berbagai kehidupan sebagai mahasiswa lebih dari sekedar mencari nilai yang tertera pada kertas, tetapi itu semua tentang nilai kehidupan.

Laki-laki ini memiliki motto hidup “Born to be leader, born to inspire”. Dengan motto tersebut, dia bermimpi menjadi seorang pemimpin yang bisa terus menginspirasi orang-orang. Kata born pada motto tersebut menggambarkan keharusan untuk melekatkan atribut seorang pemimpin dan penginspirasi pada dirinya yang akan terus memaksanya untuk memiliki kepribadian yang bisa mendekatkannya pada impiannya. Laki-laki itu adalah saya.

Saya merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Bisa dikatakan sebuah karunia Tuhan yang dititipkan kepada keluarga kecil yang dipersatukan dari seorang pria asli Semarang dengan wanita yang berasal dari Magelang. Yohanes Saryono adalah nama ayah saya serta Yustina Bakti Marwenti nama ibu saya. Ditambah seorang anak perempuan yang usianya terpaut 3 tahun lebih muda dari saya menambah kelengkapan keluarga kecil ini. Veronika Betty Prastiwi namanya, Asti panggilannya. Dan dialah adik saya.

Dari masa Taman Kanak-kanak (TK) hingga kuliah, saya menghabiskan waktu dengan menimba ilmu di kota yang penuh sejarah. Berdasar pada kecintaan dan kebanggaan, pikiran-pikiran yang seharusnya membawa jiwa dan raga ini melalangbuana ke berbagai belahan Indonesia, akhirnya berhenti untuk menetap pada satu tempat, yaitu Semarang.

Di kota ini, saya telah menyelesaikan pendidikan di berbagai jenjang, antara lain sebagai berikut: TK PGRI Taman Pekunden (2002-2003), SDN Miroto (2003-2009), SMPN 32 Semarang (2009-2012), SMAN 5 Semarang (2012-2015). Jenjang pendidikan dengan waktu yang lama, namun terasa lewat begitu saja ketika saya mengenangnya. Mungkin karena waktu itu hidup saya terlalu nyenyak berada di dalam zona nyaman.

Pada tahun 2015, setelah menyelesaikan perjalanan keilmuan berijazah di masa SMA, sebuah pilihan yang sulit saya hadapi ketika akan menentukan tempat dimana jenjang pendidikan saya akan berlanjut. Selain masalah biaya, pilihan ini juga mencampur adukan dilema antara hati dan realitas. Di satu sisi, saya ingin mengikuti kata hati untuk memasuki perkuliahan sastra yang sudah seperti mimpi separuh jiwa. Namun di satu sisi yang lain saya menyadari bahwa setelah lulus nanti saya harus cepat bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.

Mengingat pada tahun itu ayah terancam PHK dan rendahnya penghasilan ibu sebagai buruh cuci, terasa jelas jalan mana yang harus saya pilih. Saya memilih dan diterima di Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro. Banyak orang berkata, dengan pangsa kerja yang luas, telah lahir para manajer-manajer hebat lulusan fakultas ini. Saya siap untuk menjadi generasi selanjutnya.

Dengan menjadi mahasiswa yang memiliki latar belakang ilmu ekonomi, saya tidak akan mengubur potensi sajak-sajak yang hidup tertanam dalam diri. Saya berfikir positif, mahasiswa ekonomi berjiwa sastra juga tidak ada salahnya. Ini semua saya jalani untuk satu langkah membahagiakan orang tua secepatnya, lalu kemudian kembali pada panggilan hati yang akan menuntun bahagianya hidup sampai mati nanti. Itu yang saya pikir dulu sebagai bentuk penghiburan agar tidak dihinggapi perasaan salah masuk jurusan.

Ketika masuk pertama sebagai manusia bergelar mahasiswa dalam rangkaian acara Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) yang diadakan universitas, saya mendapatkan sebuah inspirasi dari seorang kakak tingkat. Saya tidak mengingat namanya, tapi saya terus mengingat kata-katanya. Sebuah saran untuk mahasiswa agar tidak hanya berfokus pada pembelajaran mata kuliah semata, tetapi juga pada peningkatan softskill dan mental seorang mahasiswa. IPK hanya sebatas angka yang tertera pada kertas sebagai salah satu syarat melamar kerja, selebihnya hanya ada pada gengsi.

Saya tidak mendengar itu sebagai bentuk alasan untuk mengacuhkan kewajiban utama kuliah yaitu belajar, tetapi adalah motivasi mahasiswa untuk dapat memaknai pengembangan dirinya dalam hidup. Bagi saya itu adalah hal yang menarik bagi pengembangan diri, cara membuat hidup siswa berpangkat maha lebih berwarna dengan berbagai tantangan dan impian.

Namun di tengah-tengah semangat mengawali kuliah, tepatnya sekitar bulan Oktober 2015 saya mendapatkan kabar dari ibu bahwa ayah telah diberhentikan dari pekerjaannya sebagai karyawan swasta. Selain memberikan kabar tersebut, beliau juga berpesan bahwa saya tetap harus kuliah walaupun kehidupan keluarga kedepannya akan berkekurangan. Saya berusaha tegar terhadap kenyataan tersebut. Saya hanya berpikir sebuah bintang membutuhkan gelap untuk bersinar, seperti halnya manusia membutuhkan masalah untuk menjadi kuat.

Namun sungguh sempurnanya kasih Tuhan dalam merencanakan segala sesuatu. Selain diterima di Universitas Diponegoro melalui jalur SNMPTN, saya juga diterima sebagai mahasiswa penerima bidikmisi, beasiswa pemerintah yang berasal dari uang rakyat. Dengan status sebagai mahasiswa bidikmisi, bisa dikatakan saya tidak akan mempunyai masalah biaya yang harus dibayarkan kepada universitas. Bukan sekedar menjadi penyelamat, beasiswa ini juga menjadi motivasi saya untuk melampaui batas kemampuan diri.

Semenjak saat itu, saya begitu tertarik mengikuti organisasi. Selalu terngiang di ingatan saya, kata-kata kakak tingkat ketika PMB dulu. Kuliah bukan sekedar mengejar nilai yang tertera pada kertas, tetapi juga untuk meningkatkan softskill dan mental dalam mengembangkan diri untuk menjadi pribadi yang komplet. Seperti nasi goreng komplet yang harganya lebih mahal, mahasiswa yang komplet juga pasti memiliki nilai lebih pada dirinya. Pengetahuan yang lebih dari sekedar IPK, dan softskill serta mental yang dimiliki. Besar harapan saya untuk mendapatkan itu semua dari organisasi-organisasi yang saya ikuti.

Dengan pedoman kuliah seperti itu, sampai menginjak semester tiga saya telah mengikuti 8 organisasi. Saya juga sering mengikuti pelatihan-pelatihan kepemimpinan dan semacamnya. Banyak orang bertanya-tanya kenapa saya memiliki organisasi sebanyak itu. Saya selalu ingin mengejar ilmu dan mengembangkan diri. Karena bagi saya, seseorang tidak akan pernah mampu mencapai kesempurnaan dalam dirinya, maka dari itu orang tersebut harus dengan kerendahan hati mau untuk belajar dan terus belajar sepanjang hidupnya. Tentu untuk terus menjadi lebih baik dari sebelumnya. Saya pikir, seperti itulah hidup, kesempatan berlari untuk mengejar impian.

Akhirnya ketika saya menginjak semester empat, saya terhenti pada satu titik bernama keletihan. Keletihan yang teramat letih bagi seorang pemburu pengalaman hidup dalam pengembangan diri. Kuliah mulai terganggu, tugas banyak yang lepas, dan beberapa kewajiban lainnya tidak dapat terpenuhi. Semua pencapaian dalam organisasi-organisasi ini pun terasa berjalan begitu saja, tanpa ada rasa bahagia dan puas. Mengejar impian dengan penuh ambisi memang tidak ada habisnya.

Di titik ini saya renungkan, hidup tidak untuk terus berlari. Kita perlu berhenti untuk beristirahat dan kemudian berjalan pelan untuk memahami arti bersyukur dalam setiap kesempatan. Seringkali saya hanya menuruti ambisi untuk terus mengembangkan kemampuan diri tanpa menengok aspek kehidupan lainnya. Lebih banyak berpikir tentang diri sendiri dibandingkan memikirkan orang lain. Seharusnya hidup tidak seegois itu.

Akhirnya di semester empat ini saya hanya mengikuti 3 organisasi. Jika dibandingkan dengan semester sebelumnya, tentu jumlah ini jauh lebih sedikit, walau masih dinilai banyak bagi sebagian orang. Setidaknya menjadi sebuah penurunan kesibukan yang cukup drastis yang saya harapkan menjadi peningkatan bagi kualitas dari hal-hal yang bisa saya berikan.

Saya menyadari yang terpenting bukanlah seberapa banyak organisasi yang saya ikuti, tetapi seberapa besar peran saya di dalam organisasi tersebut. Setidaknya dengan hanya memiliki 3 organisasi, saya dapat lebih maksimal dalam berkontribusi dibandingkan dengan ketika saya memiliki 8 organisasi. Ya, bukan seberapa banyak yang saya ikuti, tetapi seberapa besar peran saya untuk mereka. 3 yang penuh kontribusi lebih baik dibanding 8 yang terbengkalai.

Seringkali manusia berpikir apa yang bisa mereka dapat lebih penting daripada apa yang bisa mereka beri. Sebuah ketimpangan manusia ketika menentukan tujuan dalam mengikuti suatu hal. Keegoisan yang membuat diri mereka merasa sia-sia atau buang-buang waktu jika tidak mendapatkan apapun dari apa yang mereka lakukan. Memaknai hidup hanya tentang apa manfaat bagi mereka, dan mengacuhkan segala kewajibannya. Sebuah pemikiran yang harus diperbaiki.

Dulu saya berpikir, tujuan mengikuti organisasi adalah untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik kedepannya. Mengasah softskill dan mental sebagai mahasiswa, juga tidak lupa untuk terus mencari pengalaman hidup sebanyak-banyaknya. Membuat kuliah tidak hanya mengejar nilai yang tertera dalam kertas, pelambung gengsi yang terkadang dianggap segalanya dalam menentukan masa depan.
Tapi kini saya sadar, tujuan yang sebenarnya bukanlah itu. Seharusnya saya juga memikirkan organisasi dan kesatuan manusia-manusia di dalamnya. Kepentingan bersama adalah suatu hal yang harus dijunjung tinggi di atas kepentingan pribadi. Karena sebuah tempat belajar bernama organisasi terbentuk karena adanya tujuan bersama, bukan karena adanya tujuan tertentu yang dimiliki salah satu atau beberapa orang di dalamnya.

Setelah melepas banyak organisasi, kesadaran tersebut membawa saya kepada sebuah tanggung jawab baru sebagai seorang ketua. Pelayanan Rohani Mahasiswa Katolik, sebuah organisasi pelayanan kerohanian yang akhirnya saya pimpin. Sebuah organisasi yang biasanya dijadikan pilihan ke dua atau pilihan berikutnya. Namun karena saya merasa terpanggil, akhirnya organisasi kerohanian ini menjadi prioritas.

Ketika menjadi ketua, tujuan saya bukan lagi sekedar mendapatkan pengalaman hidup yang lebih banyak, tetapi juga untuk menerapkan dan berbagi ilmu yang telah dimiliki. Karena sebuah gelas yang penuh dengan air harus dikosongkan dengan menuangkannya ke gelas yang lain. Bukan semata-mata agar gelas dapat diisi kembali, tetapi juga agar gelas yang lain dapat turut terisi dengan air yang sebelumnya ada di gelas itu.

Selama proses perjalanan kuliah ini, saya telah belajar banyak hal dari berbagai situasi. Dari dilema memilih jurusan kuliah karena kondisi keluarga, mendengar orang tua kehilangan pekerjaannya, salah persepsi kuliah hingga terlalu banyak organisasi, hingga terpilih menjadi ketua organisasi kerohanian. Kedepannya saya akan banyak belajar dari hidup, dan saya tidak akan lupa untuk membagikan ilmu itu pada orang lain. Kesimpulan dari pengalaman hidup saya adalah ketika kita mendapatkan pembelajaran dari hidup, kita harus memberikan itu juga ke dalam hidup orang lain. Belajarlah banyak dari hidup untuk mengajarkannya kembali pada hidup.

Minimarket VS Toko Kelontong

Minimarket VS Toko Kelontong

Minimarket vs toko kelontong - Tingkat persaingan usaha di Indonesia semakin kompetitif. Hal ini ditandai dengan semakin menjamurnya minimarket, sebuah usaha retail modern yang menyaingi para pedagang kelontong tradisional. Keberadaan minimarket dapat dengan mudah dijumpai hampir di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan data dari Wikipedia.org, pada tahun 2014 keberadaan Indomaret sebagai salah satu minimarket sudah mencapai 10.600 toko di seluruh Indonesia. Jumlah itu diprediksi akan terus meningkat pada tahun 2015. Ini merupakan fenomena yang sangat memprihatinkan bagi masyarakat kecil yang mengandalkan usaha toko kelontong sebagai mata pencaharian.

Walau dinilai sangat memprihatinkan, fenomena menjamurnya gerai minimarket yang begitu cepat di Indonesia tentu sangat menarik perhatian. Berdasarkan Survei Nielsen Research yang dikutip pada website agbnielsen.com, terdapat data yang menunjukan bahwa terjadi pergeseran pola belanja di masyarakat. Pergeseran tersebut lebih mengarah pada kecenderungan untuk lebih memilih belanja di minimarket. Hal inilah yang membuat minimarket bertambah subur.

Kecenderungan masyarakat yang lebih memilih belanja di minimarket juga bukan tanpa alasan. Selain mempermuudah masyarakat dalam mendapatkan barang yang dibutuhkan, minimarket juga menyediakan tempat nongkrong bagi para komunitas dan masyarakat umum yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas memadai. Fasilitas tersebut berupa meja, kursi, stop kontak, Wi-Fi, dan layar LCD yang digunakan untuk nonton bareng. Sebenarnya, ada alasan mendasar yang harus diketahui para pedagang kelontong, yaitu alasan mengapa para pelanggan mereka perlahan beralih ke minimarket.

Alasan Beralihnya Konsumen ke Minimarket

Sebuah pepatah mengatakan, kebersihan adalah sebagian dari iman. Para pembeli pasti mencari tempat yang nyaman bagi mereka untuk melakukan aktivitas belanja. Tentu faktor utama dari rasa nyaman adalah kebersihan. Ditambah lagi di minimarket terdapat AC (Air Conditioner) yang akan membuat para pembeli betah untuk berlama-lama dalam sebuah minimarket.

Sedangkan jika menilik toko kelontong secara umum, masih banyak yang jauh dari kata bersih. Sering dijumpai juga di toko kelontong terdapat debu tebal disertai hewan-hewan yang kotor. Contoh dari hewan tersebut adalah tikus, kecoa, dan lalat. Tentu jika pembeli melihat keadaan tersebut, selera belanja mereka akan hilang.

Kemampuan ekonomi setiap pembeli tentu berbeda-beda. Maka dari itu label harga dapat dijadikan patokan untuk memilih dan memilah barang yang dibeli berdasarkan ketersediaan uang yang dimiliki. Pembeli juga tidak harus bertanya berkali-kali tentang hal yang sama.

Sedangkan pada toko kelontong, tidak ada label harga yang tertera pada setiap barang dagangannya. Jadi, pembeli harus bertanya tentang harga dari setiap barang yang akan dibeli. Akhirnya pun tidak semua barang yang harganya ditanyakan itu dibeli. Bahkan terkadang pedagang menaikkan harga barang dengan sesuka hati dengan berbagai alasan. Seperti karena BBM naik, harga barang juga menjadi naik.

Disetiap transaksi pembelian selalu ada bukti fisik untuk dipertanggung jawabkan. Jika pembelian tersebut digunakan untuk kebutuhan kantor atau sebuah organisasi, tentu nota pembelian sangat berguna sebagai bukti penggunaan dana yang akan dicatat pada laporan keuangan. Hal tersebut tentu akan mencegah tindakan-tindakan korupsi walau hanya berskala kecil.

Sedangkan jika kita bandingkan dengan toko kelontong, tidak banyak toko yang memberikan nota. Tentu itu akan menyulitkan pembeli untuk memilah daftar pengeluaran pembelanjaannya. Kantor ataupun organisasi besar juga tidak akan mendapat bukti pengeluaran dana untuk pembelanjaan barang di toko kelontong.

Sudah bukan rahasia umum jika sebagian besar orang suka dilayani. Tidak terkecuali para pembeli yang ingin mendapatkan pelayanan terbaik selama kegiatan belanja. Perlakuan dan pelayanan yang ramah dari pegawai minimarket adalah kunci utama dalam menarik minat pelanggan untuk datang dan datang lagi.

Sedangkan jika menilik pada toko kelontong, tidak semua pemilik ataupun pegawai melayani setiap pembelinya dengan baik. Terkadang pegawai melayani pembeli dengan muka yang bersungut-sungut karena masalah pribadi. Tentu itu akan memberikan kesan yang tidak baik bagi pembeli.

Esensi bagi Para Pedagang Kelontong

Setiap segi keunggulan minimarket harus dapat dijadikan ide bagi para pedagang kelontong. Bukan menjadikan usaha kelontongnya menjadi minimarket, tetapi meningkatkan kualitas hingga setara bahkan lebih dibanding dengan minimarket. Dengan contoh seperti membersihkan toko, merapikan barang dagangan, meningkatkan kualitas pelayanan, dan tidak lupa mengecek kualitas barang serta tanggal kadaluarsanya. Dengan itu, perlahan akan ada kompetensi para pedagang kelontong untuk kembali bersaing ketat dengan pengusaha minimarket dalam menarik minat pelanggan.

Fungsi dan Cara Melatih Otak Kanan


Kali ini saya ingin membagikan fungsi serta cara untuk melatih otak kanan. Anda pasti mengetahui bahwa otak kanan memiliki fungsi yang sangat luar biasa, terutama pada meningkatnya EQ (Emotionan Quotient). Peningkatan emotional quotient ini seperti kemampuan berinteraksi dengan orang lain, pengendalian emosi, komunikasi, kemampuan memadukan, sosialisasi, dan ekspresi tubuh. Bagi Anda yang memiliki kemampuan otak kanan yang rendah bisa belajar dengan seksama cara melatih otak kanan dengan cara-cara di bawah ini :

1. Eight game
Pura-puralah menulis angka delapan tidur atau simbol ? di udara dengan tangan kiri dan kanan secara bersama-sama. Permainan sederhana ini bertujuan untuk menyeimbangkan syaraf motorik kiri dan syaraf motorik kanan. Cobalah dan teruskanlah permainan ini setelah sarapan, selama dua menit setiap hari.

2. Thumb game
Acungkanlah jempol tangan kiri dan kelingking tangan kanan, sambil menyorongkan kedua belah tangan ke arah kanan. Sebaliknya, acungkanlah jempol tangan kanan dan kelingking tangan kiri, sambil menyorongkan kedua belah tangan ke arah kiri. Permainan sederhana ini bertujuan untuk menyeimbangkan syaraf motorik kiri dan syaraf motorik kanan. Cobalah dan teruskanlah permainan ini bersama teman-teman setelah makan siang, selama dua menit setiap hari.

3. Pattern game
Gambarlah pola-pola tertentu di atas kertas kosong, dengan tangan kiri dan kanan secara bersama-sama, ke arah dalam, luar, atas, dan bawah. Selain bertujuan untuk menyeimbangkan syaraf motorik kiri dan syaraf motorik kanan, permainan unik ini juga dapat menggali potensi visual. Cobalah permainan ini selama dua menit setiap hari, minimal 14 hari berturut-turut.

4. Specific crawl
Gerakkan tangan kanan serentak dengan kaki kiri. Kemudian balaslah, gerakkan tangan kiri serentak dengan kaki kanan. Idealnya, siku tangan menyentuh lutut. Iringi pula dengan lagu favorit. Selain bertujuan untuk menyeimbangkan syaraf motorik kiri dan syaraf motorik kanan, gerakan ini juga dapat membuat pikiran terbuka terhadap hal-hal yang baru. Cobalah gerakan ini secara 10 menit setiap hari, minimal 14 hari berturut-turut.

5. Specific posturing
Bertumpulah di lantai dengan lutut kiri dan tangan kanan. Sementara itu, kaki kanan diluruskan ke belakang dan tangan kiri diluruskan ke depan. Posisi ini bertujuan untuk mengaktifkan syaraf-syaraf tertentu secara umum dan otak kanan secara khusus. Cobalah posisi ini selama 10 menit setiap hari, minimal 14 hari berturut-turut.

6. Specific relaxing
Tip ini khusus anak-anak. Pertahankan posisi relaksasi setengah tengkurap. Biasakan pula posisi ini ketika anak tidur. Semakin dini, semakin baik. Biasakan pula posisi ini ketika anak sakit, sambil dipeluk oleh orang tua. Dengan demikian, otak anak berada dalam frekuensi alpha dan anak akan merasa damai karenanya.

7. Rotated reading
Balikkan sebuah tulisan (atas bawah), lalu bacalah tulisan tersebut dari kanan ke kiri. Cobalah dan teruskanlah kebiasaan baru ini selama 2 menit setiap hari.

8. Left-handed foreplay
Tip yang boleh juga disebut Kamasutra ini khusus untuk lelaki yang telah menikah. Cumbulah pasangan Anda dengan menggunakan tangan kiri. (Bagi Anda yang belum menikah, jangan khawatir, Anda tetap bisa melakukannya. Caranya? Menikahlah dulu.)

9. Left-handed handling
Peganglah gagang pintu dan bukalah pintu dengan tangan kiri. Cobalah dan teruskanlah kebiasaan baru ini setiap hari.

10. Left-handed brushing
Gosoklah gigi dengan tangan kiri pada pagi hari. Untuk sore atau malam hari, tetaplah menggosok gigi dengan tangan kanan. Cobalah dan teruskanlah kebiasaan baru ini setiap hari.

11. Left-handed writing
Tulislah nama panggilan Anda dengan tangan kiri di atas kertas kosong. Cobalah kebiasaan baru ini minimal 10 kali sehari, minimal selama 14 hari berturut-turut. Niscaya Anda akan menemukan keajaiban, di mana pada hari ke-3 Anda dapat menulisnya dengan sangat mudah.

12. Left-handed signing
Buatlah tanda tangan Anda dengan tangan kiri di atas sehelai kertas kosong. Cobalah kebiasaan baru ini minimal 10 kali sehari, minimal selama 14 hari berturut-turut. Niscaya Anda akan menemukan keajaiban, di mana 2 dari 10 tanda tangan tersebut menyerupai bentuk aslinya.

Puisi Inspiratif Gus Mus: Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana

Mustofa Bisri (Gus Mus)
Setelah menemukan puisi dari Bunda Teresa antara engkau dan Tuhanmu, saya kembali menemukan puisi yang begitu inspiratif, yaitu puisi dari Mustofa Bisri atau yang biasa kita kenal sebagai Gus Mus. Mari belajar bersama makna dari puisi ini.

Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana

Kau ini bagaimana

Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir

Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
Kau ini bagaimana

Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan
Aku harus bagaimana

Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
Kau ini bagaimana

Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana

Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain
Kau ini bagaimana

Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
Aku harus bagaimana

Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana

Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
Aku harus bagaimana

Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab
Kau ini bagaimana

Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
Aku harus bagaimana

Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
Kau ini bagaimana

Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus bagaimana

Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana

Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku
Kau ini bagaimana

Atau aku harus bagaimana

Rembang-1987-