Cerita Motivasi: 5 Ekor Monyet


Cerita motivasi: 5 ekor monyet - Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh para profesor di USA, ada 2 ekor monyet yang dimasukkan ke dalam satu ruangan kosong secara bersama-sama. Kita sebut saja monyet tersebut Monyet A dan B. Di dalam ruangan tersebut terdapat sebuah tiang, dan diatas tiang tersebut nampak beberapa pisang yang sudah matang. Apa yang akan dilakukan oleh 2 monyet tersebut menurut anda?

Setelah membiasakan diri dengan keadaan lingkungan di dalam ruangan tersebut, mereka mulai mencoba meraih pisang-pisang tersebut. Monyet A yang mula-mula mencoba mendaki tiang. Begitu monyet A berada di tengah tiang, sang profesor menyemprotkan air kepadanya, sehingga terpleset dan jatuh. Monyet A mencoba lagi, dan disemprot, jatuh lagi, demikian berkali-kali sampai akhirnya monyet A menyerah. Giliran berikutnya monyet B yang mencoba, mengalami kejadian serupa, dan akhirnya menyerah pula.

Berikutnya ke dalam ruangan dimasukkan monyet C. Yang menarik adalah, para profesor tidak akan lagi menyemprot para monyet jika mereka naik. Begitu si monyet C mulai menyentuh tiang, dia langsung ditarik oleh monyet A dan B. Mereka berusaha mencegah, agar monyet C tidak mengalami `kesialan’ seperti mereka. Karena dicegah terus dan diberi nasehat tentang bahayanya bila mencoba memanjat keatas, monyet C akhirnya takut juga dan tidak pernah memanjat lagi.

Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh para profesor adalah mengeluarkan monyet A dan B, serta memasukkan monyet D dan E. Sama seperti monyet-monyet sebelumnya, monyet D dan E juga tertarik dengan pisang diatas tiang dan mencoba memanjatnya. Monyet C secara spontan langsung mencegah keduanya agar tidak naik. “Hai, mengapa kami tidak boleh naik ?” protes keduanya”.

Ada teman-teman yang memberitahu saya, bahwa naik ke atas itu berbahaya. Saya juga tidak tahu, ada apa di atas, tapi lebih baik cari aman saja, jangan keatas deh” jelas monyet C.

Monyet D percaya dan tidak berani naik, tapi tidak demikian dengan monyet E yang memang bandel. “Saya ingin tahu, bahaya seperti apa sih, yang ada di atas. Dan kalau ada bahaya, masak iya saya tidak bisa menghindarinya ?” tegas monyet E. Walaupun sudah dicegah oleh monyet C dan D, monyet E nekad naik.

Dan karena memang sudah tidak disemprot lagi, monyet E bisa meraih pisang yang diinginkannya.

Renungan

==================

Manakah diantara karakter diatas yang menggambarkan tingkah laku anda saat ini ?
Karakter A dan B adalah orang yang pernah melakukan sesuatu, dan gagal. Karena itu mereka kapok, tidak akan mengulanginya lagi, dan berusaha mengajarkan ke orang lain tentang kegagalan tersebut. Mereka tidak ingin orang lain juga gagal seperti mereka. Karakter C dan D, adalah orang yang menerima petunjuk dari orang lain, hal-hal apa yang tidak boleh dilakukan, dan mereka mematuhinya tanpa berani mencobanya sendiri. Karakter E adalah type orang yang tidak mudah percaya dengan sesuatu, sebelum mereka mencobanya sendiri. Mereka juga berani menentang arus dan menanggung resiko asalkan bisa mencapai keinginan mereka.

Pisang dalam cerita diatas menggambarkan impian kita. Setiap orang dalam hidup ini mempunyai impian yang tinggi tentang masa depannya. Namun sayangnya, banyak sekali hal-hal yang terjadi di sekitar kita, yang menyebabkan impian kita terkubur. Orang-orang dengan karakter ABCD akan mengatakan kepada kita hal-hal seperti ini”. Sudahlah, jangan melakukan pekerjaan yang sia-sia seperti itu. Percuma. Saya dulu sudah pernah melakukannya berkali-kali dan gagal. Sebagai seorang teman yang baik, saya tidak mau kamu gagal seperti saya” atau mungkin kalimat “Kamu mau gagal kayak si X … lebih baik lakukan sesuatu yang pasti-pasti saja deh”. Bukankah hal-hal seperti itu yang sering kita dengar sehari-hari?

Orang dengan karakter E akan selalu berpikir optimis dalam menjalankan sesuatu. “Kalaupun orang lain gagal melakukan sesuatu, belum tentu saya juga akan gagal” adalah kekuatan yang selalu memompa motivasinya.

Dan kegagalan orang lain dapat dipelajari dan dijadikan batu loncatan untuk melangkah lebih baik, bukannya dijadikan suatu ketakutan.

Nah, saya akan memberikan satu ilustrasi lagi. Saya akan membawa anda ke tahun 70-an. Apa yang akan anda lakukan, bila suatu hari ada seorang mahasiswa bercelana jeans, kacamata tebal, bertampang culun, bajunya lusuh, datang menemui anda dan berkata “Saya punya suatu produk yang bagus, tapi saya tidak punya modal. Mau gak pinjamin saya modal 100 dollar ? Kalau produk ini sukses, kita berdua bakal jadi orang paling kaya di dunia lho”.

Hampir semua akan menghina dan mentertawakan mahasiswa tsb, bahkan mungkin menganggapnya gila.

Berapa orang yang akan menjawab “Wow, bagus sekali, coba jelaskan apa rencana anda, agar kita bisa sama-sama kaya ?” Mungkin satu orang diantara sejuta, mungkin juga tidak ada.

Bagaimana kalau saya katakan bahwa mahasiswa tersebut adalah Bill Gates, yang kini sudah mencapai impiannya menjadi orang terkaya di dunia ?

Bukankah itu dulu yang dilakukan Bill Gates pada awal karirnya . Dikelilingi orang type ABCD, ditolak, dilecehkan, dan berbagai macam hinaan lainnya. Untungnya, Bill Gates termasuk orang dengan karakter E. Dan dengan pengorbanan dan kerja keras, dia berhasil meraih impiannya.

“Jangan biarkan orang lain membunuh impian anda. Maju terus, hadapi semua rintangan dan raih impian anda.”

Cerita Motivasi: Sebotol Racun Untuk Semangat Hidup



Cerita motivasi: sebotol racun untuk semangat hidup - Seorang pria yang putus asa memutuskan untuk  mengakhiri hidupnya. Namun sebelum meninggal, ia ingin menemui seorang penasihat spiritual. Pria itu mendatangi seorang Sufi yang diseganinya, “Sufi, saya bosan hidup. Rumah tangga berantakan. Usaha kacau. Saya ingin mati saja.”

Sang Sufi tersenyum, “Oh, kamu pasti sedang sakit, dan penyakitmu pasti bisa sembuh.”

“Tidak Sufi, tidak. Saya sudah tidak ingin hidup lagi, saya ingin mengakhiri hidup saya ini saja,” tolak pria itu.

“Baiklah kalau memang itu keinginanmu. Ambil racun ini. Minumlah setengah botol malam ini, sisanya besok sore jam 6. Jam 8 malamnya engkau akan mati dengan tenang.”

Pria itu bingung. Pikirnya setiap Sufi yang ia pernah datangi selalu memberikannya semangat hidup. Tapi yg ini sebaliknya dan justru menawarkan racun.

Sesampainya di rumah, ia minum setengah botol racun yang diberikan Sufi tadi. Ia memutuskan makan malam dengan keluarga di restoran mahal dan memesan makanan favoritnya yang sudah lama tidak pernah ia lakukan. Untuk meninggalkan kenangan manis, ia pun bersenda gurau dengan riang bersama keluarga yang diajaknya. Sebelum tidur pun, ia mencium istrinya dan berbisik, “Sayang, aku mencintaimu.”

Besok paginya dia bangun tidur, membuka jendela kamar dan melihat pemandangan di luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk jalan pagi.

Pulang ke rumah, istrinya masih tidur. Ia pun membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, dan satunya untuk istrinya.

Istrinya yang merasa aneh, kemudian terheran-heran dan bertanya, “Sayang, apa yg terjadi? Selama ini, mungkin aku ada salah ya. Maafkan aku ya sayang?”

Kemudian dirinya mengunjungi ke kantornya, ia menyapa setiap orang. Stafnya pun sampai bingung, “Hari ini, Boss kita kok aneh ya?” Ia menjadi lebih toleran, apresiatif terhadap pendapat yang berbeda. Ia seperti mulai menikmatinya.

Pulang sampai rumah jam 5 sore, ternyata istrinya telah menungguinya. Sang istri menciumnya, “Sayang, sekali lagi mohon maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkanmu.” Demikian halnya dengan anak-anaknya yang berani bermanjaan kembali padanya.

Tiba-tiba, ia merasa hidup begitu indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan racun yang terlanjur sudah ia minum?

Bergegas ia mendatangi sang Sufi, dan bertanya cemas mengenai racun yang telah sebelumnya ia minum kemarin. Sang Sufi dengan enteng mengatakan, “Buang saja botol itu. Isinya hanyalah air biasa kok. Dan saya bersyukur bahwa ternyata kau sudah sembuh.”

“Bila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan ini.”

Dirgahayu Republik Kapal Tua Berawak Gila


Pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan mengatasnamakan bangsa Indonesia, Soekarno dan Mohammad Hatta telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan tersebut memiliki arti sebagai puncak perjuangan bangsa sekaligus menjadi jembatan emas menuju masyarakat adil dan makmur. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), merdeka adalah bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya).  Kemerdekaan tidak diartikan sebagai perjuangan yang telah selesai, tetapi sebagai awal dari tantangan untuk mempertahankan dan mengisinya dengan kegiatan pembangunan.

Berbicara tentang merdeka, maka akan timbul sebuah pertanyaan yang menarik, apakah bangsa Indonesia dapat dikatakan merdeka sepenuhnya? Tentu jawabannya tidak. Ibarat sebuah kapal tua, bangsa Indonesia masih berlayar tidak tentu arah. Dengan para awak yang gila harta dan kuasa, kapal ini melaju dengan penuh derita. Kapal ini pun hampir tenggelam tertimbun sampah peristiwa yang berujung pada nestapa. Pengangguran di mana-mana, hukum yang tidak merata, korupsi yang merajalela, dan narkoba yang membabi buta semakin menambah duka bangsa Indonesia.

Kini 71 tahun sudah kapal tua ini berlayar mengarungi samudra. Dengan berlandaskan UUD 1945 serta ideologi Pancasila, dulunya kapal ini disegani dunia. Bertolak belakang dengan kondisi sekarang, ketika kapal ini dikenal karena jajaran pemimpinnya yang menjadi pecandu korupsi. Selain godaan kepentingan dunia yang dianggap manusiawi, korupsi di Indonesia juga berkembang karena tumpulnya hukum terhadap pencuri berdasi ini. Taufik Ismail, seorang sastrawan ternama di Indonesia mengungkapkan sindiran halusnya terhadap hukum bagi narapidana korupsi. “Di Republik Rakyat Cina, koruptor dipotong kepala. Di Kerajaan Arab Saudi, koruptor dipotong tangan. Di Indonesia, koruptor dipotong masa tahanan.”

Mari menilik kembali kondisi hukum di Indonesia. Masih segar di ingatan kita tentang kasus pembakaran hutan yang terjadi pada akhir tahun 2015 lalu. Parlas Nababan, seorang Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang menganggap gugatan kasus kebakaran hutan dan lahan oleh PT Bumi Mekar Hijau di Ogan Komering Hilir itu tidak dapat dibuktikan. Padahal Kemeterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah menunjukkan bukti dan fakta di lapangan yang cukup kuat. Yang lebih menyedihkan, Parlas mengeluarkan pernyataan yang cukup gila. Menurut Parlas, membakar hutan tidak merusak lingkungan hidup karena masih bisa ditanami lagi. Sungguh pernyataan yang tidak masuk logika dan sangat memprihatinkan. Mengingat Indonesia adalah negara hukum yang telah berusia 71 tahun, seharusnya penegak hukumnya tidak segila itu.

Masalah di kapal tua ini tidak terbatas pada tingkah pemimpin dan penegak hukumnya saja, tetapi juga para generasi muda. Generasi yang digadang-gadang sebagai tulang punggung negara, nyatanya hanya menjadi budak gaya hidup Amerika dan Eropa. Generasi muda yang dulu tidak gentar berperang untuk bangsa, kini tidak malu menjadi benalu bagi negara. Dengan pola pikir pragmatis, cara hidup hedonis, dan sikap individualistis menjadikan generasi muda saat ini tidak mampu menggaungkan keperkasaannya di mata dunia.

Tidak hanya itu, masih ada masalah besar bernama narkoba yang melanda generasi muda Indonesia saat ini. Menurut United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), pada tahun 2015 jumlah pengguna narkoba di Indonesia diperkirakan sekitar 3,7 juta sampai 4,7 juta orang, jumlah tertinggi di ASEAN. Sungguh miris melihat generasi muda yang dinantikan prestasinya, malah harus berkutat dengan narkoba.

Berbagai macam masalah tersebut hendaknya dijadikan bahan renungan untuk introspeksi diri, bukan untuk bersedih hati atau bahkan saling menyakiti. Jangan tampak murung karena permasalahan yang tidak berujung. Jangan juga tampak kusut karena keadaan yang semakin carut marut. Perjuangan kita di masa kini akan lebih berat dari yang telah diperjuangkan para pahlawan Indonesia ketika mengusir penjajah. Seperti pernyataan Soekarno, sosok bapak bagi Bangsa Indonesia. “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Bertepatan dengan hari ulang tahun ke 72 Republik Indonesia, sebagai putra dan putri bangsa, marilah kita menyongsongnya dengan semangat berjuang untuk terus membangun negara. Jangan sekadar mengenang jasa para pahlawan, karena hal tersebut tidak akan mengembalikan bangsa kita pada kejayaan masa lalu. Teruslah kumandangkan kata merdeka, dan marilah dengan serentak kita teriakkan Dirgahayu Republik Indonesia, Dirgahayu Republik kapal tua berawak gila.

10 Cara Belajar Yang Efektif


10 Cara belajar yang Efektif - Menemukan metode dan cara belajar yang efektif memang perlu proses. Tidak semua individu memiliki cara belajar efektif yang sama dengan individu yang lainnya. Diperlukan pengamatan sekaligus kemampuan analisa untuk mengetahui metode belajar yang paling pas bagi seseorang. Namun, ada beberapa tips yang bisa anda lakukan untuk dalam belajar anda bisa lebih efektif dalam menyerap ilmu. Berikut tips-tips tersebut :

1. Pilih Waktu Belajar yang Tepat
Waktu belajar yang paling pas adalah pada saat badan kita masih segar. Memang tidak semua orang punya waktu belajar yang sama. Tapi biasanya, pagi hari adalah waktu yang tepat untuk berkonsentrasi penuh. Gunakan saat ini untuk mengolah materi-materi baru. Sisa-sisa energi bisa digunakan untuk mengulang pelajaran dan mengerjakan pekerjaan rumah.

2. Bangun Suasana Belajar Yang Nyaman
Banyak hal yang bisa buat suasana belajar menjadi nyaman. Kita bisa pilih lagu yang sesuai dengan mood kita. Tempat belajar juga bisa kita sesuaikan. Kalau sedang bosan di kamar bisa di teras atau di perpustakaan. Kuncinya jangan sampai aktivitas belajar kita mengganggu dan terganggu oleh pihak lain.

3. Kembangkan Materi Yang Sudah di Pelajari
Kalau kita sudah mengulang materi dan menjawab semua soal latihan, jangan langsung tutup buku. Cobalah kita berpikir kritis ala ilmuwan. Buatlah beberapa pertanyaan yang belum disertakan dalam soal latihan. Minta tolong guru untuk menjawabnya. Kalau belum puas, cari jawabannya pada buku referensi lain atau internet. Cara ini mengajak kita untuk selalu berpikir ke depan dan kritis

4. Mencatat Pokok-Pokok Pelajaran
Tinggalkan catatan pelajaran yang panjang. Ambil intisari atau kesimpulan dari setiap pelajaran yang sudah dibaca ulang. Kata-kata kunci inilah yang nanti berguna waktu kita mengulang pelajaran selama ujian.

5. Membaca Adalah Kunci Belajar
Supaya kita bisa paham, minimal bacalah materi baru dua kali dalam sehari, yakni sebelum dan sesudah materi itu diterangkan oleh guru. Karena otak sudah mengolah materi tersebut sebanyak tiga kali jadi bisa dijamin bakal tersimpan cukup lama di otak kita.

6. Belajar Itu Memahami Bukan Sekedar Menghafal
Ya, fungsi utama kenapa kita harus belajar adalah memahami hal-hal baru. Kita boleh hafal 100% semua detail pelajaran, tapi yang lebih penting adalah apakah kita sudah mengerti betul dengan semua materi yang dihafal itu. Jadi sebelum menghafal, selalu usahakan untuk memahami dulu garis besar materi pelajaran.

7. Hafalkan Kata-Kata Kunci
Kadang, mau tidak mau kita harus menghafal materi pelajaran yang lumayan banyak. Sebenarnya ini bisa disiasati. Buatlah kata-kata kunci dari setiap hafalan, supaya mudah diingat pada saat otak kita memanggilnya. Misal, kata kunci untuk nama-nama warna pelangi adalah MEJIKUHIBINIU, artinya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu.

8. Kembangkan Materi Yang Sudah di Pelajari
Kalau kita sudah mengulang materi dan menjawab semua soal latihan, jangan langsung tutup buku. Cobalah kita berpikir kritis ala ilmuwan. Buatlah beberapa pertanyaan yang belum disertakan dalam soal latihan. Minta tolong guru untuk menjawabnya. Kalau belum puas, cari jawabannya pada buku referensi lain atau internet. Cara ini mengajak kita untuk selalu berpikir ke depan dan kritis.

9. Latih Sendiri Kemampuan Kita
Sebenarnya kita bisa melatih sendiri kemampuan otak kita. Pada setiap akhir bab pelajaran, biasanya selalu diberikan soal-soal latihan. Tanpa perlu menunggu instruksi dari guru, coba jawab semua pertanyaan tersebut dan periksa sejauh mana kemampuan kita. Kalau materi jawaban tidak ada di buku, cobalah tanya ke guru.

10. Sediakan Waktu Untuk Istirahat
Belajar boleh kencang, tapi jangan lupa untuk istirahat. Kalau di kelas, setiap jeda pelajaran gunakan untuk melemaskan badan dan pikiran. Setiap 30-45 menit waktu belajar kita di rumah selalu selingi dengan istirahat. Kalau pikiran sudah suntuk, percuma saja memaksakan diri. Setelah istirahat, badan menjadi segar dan otak pun siap menerima materi baru.


Satu lagi, tujuan dari ulangan dan ujian adalah mengukur sejauh mana kemampuan kita untuk memahami materi pelajaran di sekolah. Selain menjawab soal-soal latihan, ada cara lain untuk mengetes apakah kita sudah paham suatu materi atau belum. Coba kita jelaskan dengan kata-kata sendiri setiap materi yang sudah dipelajari. Kalau kita bisa menerangkan dengan jelas dan teratur, tak perlu detail, berarti kita sudah paham.

Referensi :
1. padmanaba.or.id
2. blog-apa-aja.blogspot.co.id
3. top10indo.com

Cara Menumbuhkan Motivasi Dalam Diri

Cara menumbuhkan motivasi dalam diri
Cita-cita atau tujuan hidup ini hanya bisa diraih jika anda memiliki motivasi yang kuat dalam diri anda. Tanpa motivasi apapun, sulit sekali anda menggapai apa yang anda cita-citakan. Tapi tak dapat dipungkiri, memang cukup sulit membangun motivasi di dalam diri sendiri. Bahkan mungkin anda tidak tahu pasti bagaimana cara membangun motivasi di dalam diri sendiri. Padahal sesungguhnya banyak hal yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan motivasi tersebut. Berikut adalah cara untuk menumbuhkan motivasi dalam diri :

1. Ciptakan sensasi
Ciptakan sesuatu yang dapat “membangunkan” dan membangkitkan gairah anda saat pagi menjelang. Misalnya, anda berpikir esok hari harus mendapatkan keuntungan 1 milyar rupiah. Walau kedengarannya mustahil, tapi sensasi ini kadang memacu semangat anda untuk berkarya lebih baik lagi melebihi apa yang sudah anda lakukan kemarin.

2. Kembangkan terus tujuan anda
Jangan pernah terpaku pada satu tujuan yang sederhana. Tujuan hidup yang terlalu sederhana membuat anda tidak memiliki kekuatan lebih. Padahal untuk meraih sesuatu anda memerlukan tantangan yang lebih besar, untuk mengerahkan kekuatan anda yang sebenarnya. Tujuan hidup yang besar akan membangkitkan motivasi dan kekuatan tersendiri dalam hidup anda.

3. Tetapkan saat kematian
Anda perlu memikirkan saat kematian meskipun gejala ke arah itu tidak dapat diprediksikan. Membayangkan saat-saat terakhir dalam hidup ini sesungguhnya merupakan saat-saat yang sangat sensasional. Anda dapat membayangkan ‘flash back’ dalam kehidupan anda. Sejak anda menjalani masa kanak-kanak, remaja, hingga tampil sebagai pribadi yang dewasa dan mandiri. Jika anda membayangkan ‘ajal’ anda sudah dekat, akan memotivasi anda untuk berbuat lebih banyak lagi selama hidup anda.

4. Tinggalkan teman yang tidak perlu
Jangan ragu untuk meninggalkan teman-teman yang tidak dapat mendorong anda mencapai tujuan. Sebab, siapapun teman anda, seharusnya mampu membawa anda pada perubahan yang lebih baik. Ketahuilah bergaul dengan orang-orang yang optimis akan membuat anda berpikir optimis pula. Bersama mereka hidup ini terasa lebih menyenangkan dan penuh motivasi.

5. Hampiri bayangan ketakutan
Saat anda dibayang-bayangi kecemasan dan ketakutan, jangan melarikan diri dari bayangan tersebut. Misalnya selama ini anda takut akan menghadapi masa depan yang buruk. Datang dan nikmati rasa takut anda dengan mencoba mengatasinya. Saat anda berhasil mengatasi rasa takut, saat itu anda telah berhasil meningkatkan keyakinan diri bahwa anda mampu mencapai hidup yang lebih baik.

6. Ucapkan “selamat datang” pada setiap masalah
Jalan untuk mencapai tujuan tidak selamanya semulus jalan tol. Suatu saat anda akan menghadapi jalan terjal, menanjak dan penuh bebatuan. Jangan memutar arah untuk mengambil jalan pintas. Hadapi terus jalan tersebut dan pikirkan cara terbaik untuk bisa melewatinya. Jika anda memandang masalah sebagai sesuatu yang mengerikan, anda akan semakin sulit termotivasi. Sebaliknya bila anda selalu siap menghadapi setiap masalah, anda seakan memiliki energi dan semangat berlebih untuk mencapai tujuan anda.

7. Mulailah dengan rasa senang
Jangan pernah merasa terbebani dengan tujuan hidup anda. Coba nikmati hidup dan jalan yang anda tempuh. Jika sejak awal anda sudah merasa ‘tidak suka’ rasanya motivasi hidup tidak akan pernah anda miliki.

8. Berlatih dengan keras
Tidak bisa tidak, anda harus berlatih terus bila ingin mendapatkan hasil terbaik. Pada dasarnya tidak ada yang tidak dapat anda raih jika anda terus berusaha keras. Semakin giat berlatih semakin mudah pula mengatasi setiap kesulitan.

Kesimpulan:

Motivasi dapat menumbuhkan semangat dalam mencapai tujuan. Motivasi yang kuat di dalam diri kita akan memiliki apresiasi dan penghargaan yang tinggi terhadap diri dan hidup ini. Sehingga kita tidak akan ragu untuk melangkah ke depan, yaitu mencapai visi hidup kita.

Referensi :
1. saripedia.wordpress.com
2. emotivasi.com

Cerita Motivasi: Pelaut Tua dan Professor


Cerita motivasi: pelaut tua dan professor - Ada kisah mengenai pelaut tua dan seorang professor. Ini terjadi di zaman ketika orang orang masih bepergian dari satu Negara ke Negara lain menggunakan kapal laut, sebelum era penerbangan murah seperti zaman sekarang. Profesor ini hendak pergi dari Sidney ke San fransisco untuk memberikan kuliah tamu.

Pada malam pertama di atas kapal, usai bertolak dari Sydney, Profesor barusan mendapat makan malam luar biasa menyenangkan di aula perjamuan. Lalu ia pergi ke dek untuk menghirup udara segar laut. Ketika berjalan di dek, ia melihat seorang pelaut tua yang tengah bersandar di pinggiran kapal, menatap ke samudra di bawahnya.

Ia memutuskan untuk bercakap cakap dengan pelaut ini, karena meski kelihatannya pekerjaan sebagai pelaut ini sederhana, namun pria ini pasti telah mengarungi samudra selama waktu yang sangat lama. Pasti ia telah mempelajari sesuatu yang berguna. Professor selalu ingin meningkatkan limpahan pengetahuannya yang ia pikir sebagai makna hidupnya. Ia menghampiri pelaut itu dan berkata, “Pak tua, sudah berapa lama Anda melaut?”

Pelaut menjawab, ”Sejak masih bocah, sekitar umur tiga belas,” “Luar biasa!” kata Profesor. “Anda pasti tahu bahwa di lautan yang kita arungi ini ada begitu banyak kehidupan. Sebagai pelaut yang telah banyak makan asam garam, Anda pasti pakar dalam ilmu biologi kelautan, mengenai semua hewan yang menggantungkan hidupnya pada samudra di bawah kita ini, berikut semua arus dan terumbu karangnya. Mari kita berbincang mengenai oceanologi, ilmu kelautan.”

Pelaut bingung, “ Haa? Emang laut ada ilmunya?”

“Apa?!” seru professor, “bertahun tahun di laut Anda tidak pernah membaca buku atau belajar mengenai isi samudra di bawah Anda?”

“Nggak lho” kata pelaut. “Anda sudah menyia-nyiakan waktu Anda!” tukas professor seraya melangkah pergi dgn rasa kesal pada pria tua ini yang telah menghabiskan hidupnya di samudera tanpa pernah mempelajari mengenainya.

Besok malamnya, professor mendapat makan malam yang sangat lezat lagi sehingga hatinya sangat baik. Jadi ketika ia berjalan di dek untuk kedua kalinya, lagi-lagi si pelaut tua sedang berjaga di sana. Kali ini si pelaut sedang memandangi bintang bintang.

Kebetulan pula bahwa ini pun salah satu hobi professor : astronomi. Ia berpikir, “Ah, sudahlah. Pria tua malang ini mungkin tidak tahu banyak mengenai oceanologi, namun ia pasti tahu mengenai astronomi : di zaman sebelum ada GPS, begitulah cara kita mengarungi lautan tanpa tersesat- dengan panduan bintang.”

Maka ia mendekati pelaut tua itu, “Saya minta maaf soal kemarin malam. Anda mungkin tidak banyak tahu mengenai oceanologi, namun berani taruhan Anda pasti tahu mengenai astronomi, yang kebetulan hobi saya juga. Coba lihat rasi bintang Beruang Besar disana!”

Pelaut itu terkesiap, “Beruang Besar apaan?” “Itu! Bintang itu… di langit utara sana!” tunjuk professor, “Anda pasti tahu astronomi, itu kan yang memandu arah kapal kita!” Pelaut bingung, ”Saya tidak tahu Anda omong apa. Kapten yang tahu soal beginian, bukan saya.”

“Apa?!” lengking Profesor, ”Bertahun tahun di laut, melihat langit di atas, Anda tidak pernah peduli belajar astronomi? Anda meyia-nyiakan hidup saja!” Profesor pun melangkah dengan muak.

Pada malam ketiga, koki membuat makan malam yang luar biasa lezat, sehingga membuat suasana hati professor itu begitu nyaman. Ketika ia pergi ke dek, malam itu begitu indah, udara laut sepoi, semerbak, segar, sampai professor membatin,” Ya, sudahlah, aku akan memberinya kesempatan lagi.” Rupanya ia adalah professor di bidang meteorologi.

Ia menyadari bahwa para pelaut mungkin tidak tahu soal ilmu kelautan atau ilmu perbintangan, namun mereka pasti tahu soal cuaca. Sebab cuaca meliputi pola dan tenaga angin yang mendorong kapal, serta mengenai badai yang bisa menenggelamkan kapal, jadi cuaca pasti mutlak dipahami pelaut tua ini.

Ia menghampirinya dan berkata,” Maafkan saya. Sungguh saya minta maaf. Perangai saya jelek sekali dua malam terakhir ini. Saya telah salah menilai Anda. Anda mungkin tak tahu menahu soal oceanologi atau astronomi, tapi saya yakin Anda pasti tahu soal meteorologi, mengenai angin, cuaca yang bisa menghancurkan atau mendorong kapal ini ke tujuan.”

“Meteor apa?! Kata pelaut. “Angin dan badai.” curiga professor. “Saya tidak tahu apa-apa. Saya Cuma pelaut biasa.” Ujar pelaut dengan lugunya. Murkalah professor, “Apaaaa?! Tolol! Dungu! Begoo! Bertahun-tahun di laut! Betapa sia-sianya! Kau sia-siakan seluruh hidupmu! Profesor pergi dan bersumpah tak akan pernah bicara dengan orang bodoh itu lagi.

Malam keempat di laut, ia tidak hadir ke aula perjamuan untuk makan malam karena malam itu samudra mengamuk. Professor mabuk laut, menaruh apa pun dalam perutnya hanya akan langsung keluar lagi, jadi ia istirahat saja dalam kabinnya.

Malam makin larut, badai makin parah. Ia sampai bisa merasakan kapal makin bergoyang. Ia bisa merasakan gelombang laut menampar kapal dari jendela kabin. Sungguh cuaca malam itu sangat buruk. Ketika badai mencapai puncaknya pada tengah malam. Ia mendengar suara tabrakan, dentuman besar! Ia merasa takut. Setelah bunyi keras itu, sesaat hanya ada keheningan, diikuti suara orang berlarian dan kegaduhan di luar pintu kabinnya. Panik, ia membuka pintu dan coba tebak siapa yang sedang berlari di luar sana? Si pelaut tua.

Si pelaut tua itu berhenti sesaat, berpaling kearah professor dan berkata, “Pak professor, selama bertahun tahun Anda hidup, pernahkah Anda belajar berenang?” “Emm… tidak pernah…” lirih professor. ”Sia-sia sekali hidup Anda! Kapal ini akan tenggelam!” seru pelaut.

Moral kisah ini… wahai professor, boleh saja belajar astronomi, oceanologi, atau meteorologi, tapi yang paling penting untuk diketahui seorang pelaut adalah cara berenang.

Demikian pula, hal terpenting untuk diketahui dalam hidup bukanlah mengetahui soal elektronika, mobil, teknologi tapi bagaimana menjaga kepala tetap di atas permukaan air di dalam arus dan gelombang ketidakpastian hidup, namun sudahkah Anda belajar berenang andaikata kapal Anda tenggelam? Ketika Anda kehilangan seluruh harta Anda, bursa saham jatuh, ditinggalkan pasangan, ditinggal mati orang tersayang? Jika belum, maka kecewa dan duka akan meneggelamkan Anda.

Jadi apa yang dimaksudkan dengan berenang? Mengetahui cara untuk peduli, berwelas asih, mengetahui apa yang benar benar penting dalam hidup. Pada saat itu, Anda tidak akan pernah tenggelam.

Memang masih akan terjadi hal hal yang tidak kita inginkan. Masih akan ada orang yang Anda sayangi meninggal, perpisahan, kehilangan, namun Anda memiliki welas asih luar biasa untuk melepas, kepedulian luar biasa terhadap lingkungan, tidak marah namun memiliki kasih sayang hebat terhadap masa lalu, terhadap masa masa indah yang dijalani bersama, untuk bisa mengucap terima kasih banyak.

Pers, Kebebasan Yang Harusnya Bertanggung Jawab


Salah satu ciri utama dari negara demokrasi adalah adanya kebebasan untuk berekspresi. Kebebasan berekspresi dapat terwujud dalam berbagai bentuk, seperti berkreasi, menyampaikan kritik, atau mengajukan gagasan melalui media massa di negara tersebut. Media penyampaian dan penyebarluasan kritik atau gagasan yang dikenal masyarakat adalah pers. Berdasarkan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
Pers memiliki kaitan erat dengan kegiatan jurnalisme serta keberadaan kantor berita. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jurnalisme adalah proses pengumpulan, evaluasi dan distribusi berita kepada publik, sedangkan kantor berita adalah badan atau lembaga yang mengumpulkan dan menyediakan bahan berita untuk media massa (pers, radio, dan televisi), baik berita nasional maupun internasional.
Di era demokrasi ini, pers mendapatkan hak untuk terus bertumbuh dan bergerak menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Para penggerak pers dalam menjalankan perannya adalah insan pers. Menurut KBBI, insan pers adalah orang yang berkecimpung dalam dunia pers. Para insan pers inilah yang menjadi sosok nyata dalam penegakan kebebasan berekspresi.
Peran dan Landasan Hukum Pers di Indonesia
Pers sebagai lembaga media atau penyalur aspirasi masyarakat tidak bisa diartikan sebagai lembaga formal ataupun resmi. Walaupun begitu, pers tetap memiliki peran yang sangat penting dan fundamental dalam demokrasi karena menjadi pilar pergerakan bangsa diantara lembaga-lembaga kepemerintahan yang ada. Karena dalam salah satu perannya, pers mengemban misi sebagai salah satu alat kontrol sosial terhadap pemerintah untuk melakukan koreksi dan perbaikan dalam melaksanakan kepemerintahan.
Melayani kepentingan umum juga merupakan peran yang harus dijalankan pers sebagai sebuah lembaga. Setiap wartawan atau insan pers bertugas menjaga keberlangsungan pers bebas, menyajikan informasi yang sesuai fakta, terus menggugat kekuasaan yang menyimpang, menyuarakan mereka yang tidak mampu bersuara, mendidik masyarakat untuk mengatasi krisis, dan ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di Indonesia terdapat undang-undang yang berkaitan dengan pers, antara lain Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Undang-undang tersebut menjadi landasan hukum yang mendasari kebebasan pers di Indonesia.
Dengan kebebasan yang sudah diatur dalam undang-undang, pers dituntut bertanggung jawab dalam penyajian dan penguraian informasi serta nilai-nilai dalam masyarakat. Hal itu dikarenakan oleh peran vital pers sebagai penggerak aksi serta pembentuk opini masyarakat terhadap kondisi pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, dan sosial budaya dalam era pemerintahan demokrasi bangsa Indonesia.
Penyalahgunaan Kebebasan Pers pada Era Demokrasi
Namun pada zaman demokrasi ini banyak insan pers yang menggunakan kebebasan berekspresi tersebut secara tidak bertanggung jawab, sehingga sering menimbulkan dampak yang tidak baik bagi masyarakat. Saat ini pers seringkali menyajikan pemberitaan kejahatan, perang dan hal-hal yang menjurus pornografi tanpa penyaringan yang baik. Media yang digunakan pun sangat beragam, mulai dari koran, televisi, radio, hingga media online yang bisa dijangkau oleh hampir semua kalangan usia termasuk anak-anak.
Sikap tidak bertanggung jawab insan pers dalam menyajikan berita tidak berhenti sampai disitu. Berdasarkan artikel yang dikutip dari website kitapunya.net, terdapat pernyataan bahwa pers seringkali menyajikan sebuah berita yang bersifat provokatif, menunjukan keberpihakan, membentuk opini yang menyesatkan, serta menyiarkan berita yang tidak memenuhi kode etik jurnalistik. Tentu hal tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan kebebasan pers yang seharusnya dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
Dengan berita yang tidak bertanggung jawab dan telah tersebar luas di berbagai media tersebut tentu dapat menimbulkan dampak negatif yang menjurus pada kemerosotan moral bangsa. Hal tersebut juga dapat membahayakan bangsa ini, karena dampak yang ditimbulkan juga akan mengancam kesatuan dan kesejahteraan masyarakat.
Esensi bagi Para Insan Pers
Beruntungnya saat ini suara masyarakat terhadap pers bertambah keras dan kritis ketika terjadi pemberitaan atau tingkah laku insan pers yang tidak proporsional. Jadi sudah seharusnya pers tidak mengabaikan kritik dan protes masyarakat dengan melakukan refleksi dan evaluasi dalam menyajikan sebuah berita.
Pers juga harus jujur, berimbang, dan terbebas dari unsur-unsur politik. Karena pers bukan untuk mendukung kepentingan pemilik modal dan melanggengkan kekuasaan politik tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang lebih layak diutamakan.

Kesimpulannya, dengan kebebasan pers di Indonesia seharusnya juga diikuti dengan tanggung jawab penuh terhadap kualitas dan keseimbangan sebuah berita yang disajikan. Pers harus pandai memilah berita yang layak atau tidak untuk diterbitkan, tidak hanya memikirkan keuntungan dari berita yang ditayangkannya saja. Karena pada intinya, pers memiliki tanggung jawab untuk berperan aktif dalam proses pembangunan karakter bangsa.

Autobiografi Pribadi: Belajar dan Mengajar Pada Hidup


Contoh Autobiografi - Albertus Agung Prasetyono, seorang anak laki-laki yang lahir tanggal 14 Oktober 1997 di sebuah kota yang biasa orang kenal sebagai Venice Van Java, tempat dimana pusat pemerintahan Provinsi Jawa Tengah berada. Agung nama panggilannya. Penyandang status mahasiswa di sebuah universitas yang menjadikan Pangeran Diponegoro yang sedang menunggangi kuda sebagai ikonnya.

Laki-laki ini bukan seorang pengejar nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang tertera dalam Kartu Hasil Studi (KHS), tetapi seorang pemburu pengalaman hidup dalam proses pengembangan diri. Laki-laki ini berpikir, kuliah dan berbagai kehidupan sebagai mahasiswa lebih dari sekedar mencari nilai yang tertera pada kertas, tetapi itu semua tentang nilai kehidupan.

Laki-laki ini memiliki motto hidup “Born to be leader, born to inspire”. Dengan motto tersebut, dia bermimpi menjadi seorang pemimpin yang bisa terus menginspirasi orang-orang. Kata born pada motto tersebut menggambarkan keharusan untuk melekatkan atribut seorang pemimpin dan penginspirasi pada dirinya yang akan terus memaksanya untuk memiliki kepribadian yang bisa mendekatkannya pada impiannya. Laki-laki itu adalah saya.

Saya merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Bisa dikatakan sebuah karunia Tuhan yang dititipkan kepada keluarga kecil yang dipersatukan dari seorang pria asli Semarang dengan wanita yang berasal dari Magelang. Yohanes Saryono adalah nama ayah saya serta Yustina Bakti Marwenti nama ibu saya. Ditambah seorang anak perempuan yang usianya terpaut 3 tahun lebih muda dari saya menambah kelengkapan keluarga kecil ini. Veronika Betty Prastiwi namanya, Asti panggilannya. Dan dialah adik saya.

Dari masa Taman Kanak-kanak (TK) hingga kuliah, saya menghabiskan waktu dengan menimba ilmu di kota yang penuh sejarah. Berdasar pada kecintaan dan kebanggaan, pikiran-pikiran yang seharusnya membawa jiwa dan raga ini melalangbuana ke berbagai belahan Indonesia, akhirnya berhenti untuk menetap pada satu tempat, yaitu Semarang.

Di kota ini, saya telah menyelesaikan pendidikan di berbagai jenjang, antara lain sebagai berikut: TK PGRI Taman Pekunden (2002-2003), SDN Miroto (2003-2009), SMPN 32 Semarang (2009-2012), SMAN 5 Semarang (2012-2015). Jenjang pendidikan dengan waktu yang lama, namun terasa lewat begitu saja ketika saya mengenangnya. Mungkin karena waktu itu hidup saya terlalu nyenyak berada di dalam zona nyaman.

Pada tahun 2015, setelah menyelesaikan perjalanan keilmuan berijazah di masa SMA, sebuah pilihan yang sulit saya hadapi ketika akan menentukan tempat dimana jenjang pendidikan saya akan berlanjut. Selain masalah biaya, pilihan ini juga mencampur adukan dilema antara hati dan realitas. Di satu sisi, saya ingin mengikuti kata hati untuk memasuki perkuliahan sastra yang sudah seperti mimpi separuh jiwa. Namun di satu sisi yang lain saya menyadari bahwa setelah lulus nanti saya harus cepat bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.

Mengingat pada tahun itu ayah terancam PHK dan rendahnya penghasilan ibu sebagai buruh cuci, terasa jelas jalan mana yang harus saya pilih. Saya memilih dan diterima di Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro. Banyak orang berkata, dengan pangsa kerja yang luas, telah lahir para manajer-manajer hebat lulusan fakultas ini. Saya siap untuk menjadi generasi selanjutnya.

Dengan menjadi mahasiswa yang memiliki latar belakang ilmu ekonomi, saya tidak akan mengubur potensi sajak-sajak yang hidup tertanam dalam diri. Saya berfikir positif, mahasiswa ekonomi berjiwa sastra juga tidak ada salahnya. Ini semua saya jalani untuk satu langkah membahagiakan orang tua secepatnya, lalu kemudian kembali pada panggilan hati yang akan menuntun bahagianya hidup sampai mati nanti. Itu yang saya pikir dulu sebagai bentuk penghiburan agar tidak dihinggapi perasaan salah masuk jurusan.

Ketika masuk pertama sebagai manusia bergelar mahasiswa dalam rangkaian acara Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) yang diadakan universitas, saya mendapatkan sebuah inspirasi dari seorang kakak tingkat. Saya tidak mengingat namanya, tapi saya terus mengingat kata-katanya. Sebuah saran untuk mahasiswa agar tidak hanya berfokus pada pembelajaran mata kuliah semata, tetapi juga pada peningkatan softskill dan mental seorang mahasiswa. IPK hanya sebatas angka yang tertera pada kertas sebagai salah satu syarat melamar kerja, selebihnya hanya ada pada gengsi.

Saya tidak mendengar itu sebagai bentuk alasan untuk mengacuhkan kewajiban utama kuliah yaitu belajar, tetapi adalah motivasi mahasiswa untuk dapat memaknai pengembangan dirinya dalam hidup. Bagi saya itu adalah hal yang menarik bagi pengembangan diri, cara membuat hidup siswa berpangkat maha lebih berwarna dengan berbagai tantangan dan impian.

Namun di tengah-tengah semangat mengawali kuliah, tepatnya sekitar bulan Oktober 2015 saya mendapatkan kabar dari ibu bahwa ayah telah diberhentikan dari pekerjaannya sebagai karyawan swasta. Selain memberikan kabar tersebut, beliau juga berpesan bahwa saya tetap harus kuliah walaupun kehidupan keluarga kedepannya akan berkekurangan. Saya berusaha tegar terhadap kenyataan tersebut. Saya hanya berpikir sebuah bintang membutuhkan gelap untuk bersinar, seperti halnya manusia membutuhkan masalah untuk menjadi kuat.

Namun sungguh sempurnanya kasih Tuhan dalam merencanakan segala sesuatu. Selain diterima di Universitas Diponegoro melalui jalur SNMPTN, saya juga diterima sebagai mahasiswa penerima bidikmisi, beasiswa pemerintah yang berasal dari uang rakyat. Dengan status sebagai mahasiswa bidikmisi, bisa dikatakan saya tidak akan mempunyai masalah biaya yang harus dibayarkan kepada universitas. Bukan sekedar menjadi penyelamat, beasiswa ini juga menjadi motivasi saya untuk melampaui batas kemampuan diri.

Semenjak saat itu, saya begitu tertarik mengikuti organisasi. Selalu terngiang di ingatan saya, kata-kata kakak tingkat ketika PMB dulu. Kuliah bukan sekedar mengejar nilai yang tertera pada kertas, tetapi juga untuk meningkatkan softskill dan mental dalam mengembangkan diri untuk menjadi pribadi yang komplet. Seperti nasi goreng komplet yang harganya lebih mahal, mahasiswa yang komplet juga pasti memiliki nilai lebih pada dirinya. Pengetahuan yang lebih dari sekedar IPK, dan softskill serta mental yang dimiliki. Besar harapan saya untuk mendapatkan itu semua dari organisasi-organisasi yang saya ikuti.

Dengan pedoman kuliah seperti itu, sampai menginjak semester tiga saya telah mengikuti 8 organisasi. Saya juga sering mengikuti pelatihan-pelatihan kepemimpinan dan semacamnya. Banyak orang bertanya-tanya kenapa saya memiliki organisasi sebanyak itu. Saya selalu ingin mengejar ilmu dan mengembangkan diri. Karena bagi saya, seseorang tidak akan pernah mampu mencapai kesempurnaan dalam dirinya, maka dari itu orang tersebut harus dengan kerendahan hati mau untuk belajar dan terus belajar sepanjang hidupnya. Tentu untuk terus menjadi lebih baik dari sebelumnya. Saya pikir, seperti itulah hidup, kesempatan berlari untuk mengejar impian.

Akhirnya ketika saya menginjak semester empat, saya terhenti pada satu titik bernama keletihan. Keletihan yang teramat letih bagi seorang pemburu pengalaman hidup dalam pengembangan diri. Kuliah mulai terganggu, tugas banyak yang lepas, dan beberapa kewajiban lainnya tidak dapat terpenuhi. Semua pencapaian dalam organisasi-organisasi ini pun terasa berjalan begitu saja, tanpa ada rasa bahagia dan puas. Mengejar impian dengan penuh ambisi memang tidak ada habisnya.

Di titik ini saya renungkan, hidup tidak untuk terus berlari. Kita perlu berhenti untuk beristirahat dan kemudian berjalan pelan untuk memahami arti bersyukur dalam setiap kesempatan. Seringkali saya hanya menuruti ambisi untuk terus mengembangkan kemampuan diri tanpa menengok aspek kehidupan lainnya. Lebih banyak berpikir tentang diri sendiri dibandingkan memikirkan orang lain. Seharusnya hidup tidak seegois itu.

Akhirnya di semester empat ini saya hanya mengikuti 3 organisasi. Jika dibandingkan dengan semester sebelumnya, tentu jumlah ini jauh lebih sedikit, walau masih dinilai banyak bagi sebagian orang. Setidaknya menjadi sebuah penurunan kesibukan yang cukup drastis yang saya harapkan menjadi peningkatan bagi kualitas dari hal-hal yang bisa saya berikan.

Saya menyadari yang terpenting bukanlah seberapa banyak organisasi yang saya ikuti, tetapi seberapa besar peran saya di dalam organisasi tersebut. Setidaknya dengan hanya memiliki 3 organisasi, saya dapat lebih maksimal dalam berkontribusi dibandingkan dengan ketika saya memiliki 8 organisasi. Ya, bukan seberapa banyak yang saya ikuti, tetapi seberapa besar peran saya untuk mereka. 3 yang penuh kontribusi lebih baik dibanding 8 yang terbengkalai.

Seringkali manusia berpikir apa yang bisa mereka dapat lebih penting daripada apa yang bisa mereka beri. Sebuah ketimpangan manusia ketika menentukan tujuan dalam mengikuti suatu hal. Keegoisan yang membuat diri mereka merasa sia-sia atau buang-buang waktu jika tidak mendapatkan apapun dari apa yang mereka lakukan. Memaknai hidup hanya tentang apa manfaat bagi mereka, dan mengacuhkan segala kewajibannya. Sebuah pemikiran yang harus diperbaiki.

Dulu saya berpikir, tujuan mengikuti organisasi adalah untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik kedepannya. Mengasah softskill dan mental sebagai mahasiswa, juga tidak lupa untuk terus mencari pengalaman hidup sebanyak-banyaknya. Membuat kuliah tidak hanya mengejar nilai yang tertera dalam kertas, pelambung gengsi yang terkadang dianggap segalanya dalam menentukan masa depan.
Tapi kini saya sadar, tujuan yang sebenarnya bukanlah itu. Seharusnya saya juga memikirkan organisasi dan kesatuan manusia-manusia di dalamnya. Kepentingan bersama adalah suatu hal yang harus dijunjung tinggi di atas kepentingan pribadi. Karena sebuah tempat belajar bernama organisasi terbentuk karena adanya tujuan bersama, bukan karena adanya tujuan tertentu yang dimiliki salah satu atau beberapa orang di dalamnya.

Setelah melepas banyak organisasi, kesadaran tersebut membawa saya kepada sebuah tanggung jawab baru sebagai seorang ketua. Pelayanan Rohani Mahasiswa Katolik, sebuah organisasi pelayanan kerohanian yang akhirnya saya pimpin. Sebuah organisasi yang biasanya dijadikan pilihan ke dua atau pilihan berikutnya. Namun karena saya merasa terpanggil, akhirnya organisasi kerohanian ini menjadi prioritas.

Ketika menjadi ketua, tujuan saya bukan lagi sekedar mendapatkan pengalaman hidup yang lebih banyak, tetapi juga untuk menerapkan dan berbagi ilmu yang telah dimiliki. Karena sebuah gelas yang penuh dengan air harus dikosongkan dengan menuangkannya ke gelas yang lain. Bukan semata-mata agar gelas dapat diisi kembali, tetapi juga agar gelas yang lain dapat turut terisi dengan air yang sebelumnya ada di gelas itu.

Selama proses perjalanan kuliah ini, saya telah belajar banyak hal dari berbagai situasi. Dari dilema memilih jurusan kuliah karena kondisi keluarga, mendengar orang tua kehilangan pekerjaannya, salah persepsi kuliah hingga terlalu banyak organisasi, hingga terpilih menjadi ketua organisasi kerohanian. Kedepannya saya akan banyak belajar dari hidup, dan saya tidak akan lupa untuk membagikan ilmu itu pada orang lain. Kesimpulan dari pengalaman hidup saya adalah ketika kita mendapatkan pembelajaran dari hidup, kita harus memberikan itu juga ke dalam hidup orang lain. Belajarlah banyak dari hidup untuk mengajarkannya kembali pada hidup.